Jumat, 15 Februari 2013

MAAF ALFAMART TIDAK LAGI MENERIMA PEKERJA LULUSAN SMA

 

Pasca diputuskannya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta dan daerah sekitarnya hingga 44%-70%, pengusaha minimal harus menggaji karyawannya Rp 2 juta per bulan. Bagi pengusaha, upah tersebut hampir setara pekerja gaji lulusan Sarjana Starta I
Lantas bagaimana pekerja SMA ke bawah? Diberhentikan alias dipecat. Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Pudjianto. Kenaikan upah mulai dari terkecil Rp 2,02 per bulan sampai tertinggi di Tanggerang Rp 2,7 juta per bulan akan punya efek berantai.
“Pertama kita pasti akan kurangi pegawai,” katanya diketika ditemui di Jakarta, Rabu (19/12/2012)
Ia memberi contoh, jika dalam satu minimarket, misalnya Alfamart, membutuhkan 8-9 orang pekerja.
“Ini pasti akan dikurangi, bisa cuma 5-6 saja, seperti gudang akan terjadi otomatisasi, semuanya diberdayakan walau hanya 5-6 orang saja dari sebelumnya 8-9 orang pekerja,” ucap Pudjianto.
“Kita akan mengurangi pegawai, dan yang kita kurangi ya pekerja yang lulusan SMA ke bawah, kita akan cari pegawai yang lulusan S1 untuk bekerja di minimarket, kenapa? Ya karena gaji yang SMA dengan yang S1 hampir sama, beda tipis saja, kita ya pasti lebih milih yang S1 dong, ya SMA-SMP-SD kami ya tidak tahu mau dikemanain, itu urusannya pemerintah sapa suruh seenaknya tetapkan upah tinggi sekali,” demikian berita yang dikutip dari detik.com (19/12/12).
Pernyataan pendiri Alfamart ini tentu saja menuai pro dan kontra. Sejumlah komentar seakan menjadi benar dengan argumen yang dilontarkan.
Padahal kalau kita kritisi lebih dalam, sebagai pengusaha ritel dengan brand Alfamart sekaligus ketua Aprindo, lebih bijak Pudjianto tidak mengeluarkan statetmen controversial macam itu.
Dengan jumlah lebih 6800 gerai yang tersebar di Pulau Jawa 88%, dan 12% lainnya berada di luar Pulau Jawa ; dan seperti telah dicontohkan  presdir PT SAT tersebut, jika satu gerai dioperasikan 9 karyawan, maka ada tenaga kerja lulusan SMA lebih 60.000 orang di serap Alfamart. Jumlah ini belum termasuk yang dibutuhkan di kantor dan gudang cabang (DC) yang berada di tiap kota dan provinsi.
Maka andai statetmen pria kelahiran Gombong, Jawa Tengah, 4 Mei 1954, ini benar-benar memecat pegawainya yang berijasah SMA, maka tentu yang repot bukan hanya pemerintah, dipastikan pula harga saham SAT ikut bergoyang!
Jadi alangkah lebih elok dan elegant dalam mendukung kebijakan pemda dalam kenaikan UMP yang selangit ini, justru PT SAT mepelopori mereka yang putus sekolah untuk ditampung menjadi karyawan.
Sejatinya efisiensi bukan melakukan pengurangan atau penghematan. Tetapi efisiensi adalah bagaimana mengoptimalkan asset yang dimiliki perusahaan.
Namun sayang hingga hari ini, Alfamart baru bisa me-KO warung kecil dan pasar tradisional.
Apa kalian para pramuniaga Alfamart juga merasa tereksploitasi??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar