Pasca diputuskannya kenaikan Upah Minimum Provinsi
(UMP) DKI Jakarta dan daerah sekitarnya hingga 44%-70%, pengusaha
minimal harus menggaji karyawannya Rp 2 juta per bulan. Bagi pengusaha,
upah tersebut hampir setara pekerja gaji lulusan Sarjana Starta I
Lantas bagaimana pekerja SMA ke bawah?
Diberhentikan alias dipecat. Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Pudjianto. Kenaikan upah
mulai dari terkecil Rp 2,02 per bulan sampai tertinggi di Tanggerang Rp
2,7 juta per bulan akan punya efek berantai.
“Pertama kita pasti akan kurangi pegawai,” katanya diketika ditemui di Jakarta, Rabu (19/12/2012)
Ia memberi contoh, jika dalam satu minimarket, misalnya Alfamart, membutuhkan 8-9 orang pekerja.
“Ini pasti akan dikurangi, bisa cuma 5-6 saja, seperti gudang akan
terjadi otomatisasi, semuanya diberdayakan walau hanya 5-6 orang saja
dari sebelumnya 8-9 orang pekerja,” ucap Pudjianto.
“Kita akan mengurangi pegawai, dan yang kita
kurangi ya pekerja yang lulusan SMA ke bawah, kita akan cari pegawai
yang lulusan S1 untuk bekerja di minimarket, kenapa? Ya karena gaji yang
SMA dengan yang S1 hampir sama, beda tipis saja, kita ya pasti lebih
milih yang S1 dong, ya SMA-SMP-SD kami ya tidak tahu mau dikemanain, itu
urusannya pemerintah sapa suruh seenaknya tetapkan upah tinggi sekali,”
demikian berita yang dikutip dari detik.com (19/12/12).
Pernyataan pendiri Alfamart ini tentu saja menuai
pro dan kontra. Sejumlah komentar seakan menjadi benar dengan argumen
yang dilontarkan.
Padahal kalau kita kritisi lebih dalam, sebagai
pengusaha ritel dengan brand Alfamart sekaligus ketua Aprindo, lebih
bijak Pudjianto tidak mengeluarkan statetmen controversial macam itu.
Dengan jumlah lebih 6800 gerai yang tersebar di
Pulau Jawa 88%, dan 12% lainnya berada di luar Pulau Jawa ; dan seperti
telah dicontohkan presdir PT
SAT tersebut, jika satu gerai dioperasikan 9 karyawan, maka ada tenaga
kerja lulusan SMA lebih 60.000 orang di serap Alfamart. Jumlah ini belum
termasuk yang dibutuhkan di kantor dan gudang cabang (DC) yang berada
di tiap kota dan provinsi.
Maka andai statetmen pria kelahiran Gombong, Jawa Tengah, 4 Mei 1954, ini benar-benar memecat pegawainya yang berijasah SMA, maka tentu yang repot bukan hanya pemerintah, dipastikan pula harga saham SAT ikut bergoyang!
Jadi alangkah lebih elok dan elegant dalam
mendukung kebijakan pemda dalam kenaikan UMP yang selangit ini, justru
PT SAT mepelopori mereka yang putus sekolah untuk ditampung menjadi karyawan.
Sejatinya efisiensi bukan melakukan pengurangan
atau penghematan. Tetapi efisiensi adalah bagaimana mengoptimalkan asset
yang dimiliki perusahaan.
Namun sayang hingga hari ini, Alfamart baru bisa me-KO
warung kecil dan pasar tradisional.Apa kalian para pramuniaga Alfamart juga merasa tereksploitasi??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar